Tati Jadi Dhuafa Pertama “Penghuni” Firdaus Memorial Park
Innalillah. Tati. Ruh nenek renta itu tak lagi ada di alam ini. Persis jam 9 pagi kemarin, Rabu (18/12/2013), malaikat maut datang menjemput. Di pembaringan, di salah satu ruang di RSHS, Bandung, jasadnya terbujur kaku, setelah 4 hari berjuang melawan komplikasi penyakit dalam yang ia derita. Tak nampak satu pun anggota keluarga yang menemani. Hanya ada seorang relawan pendamping di sana.
Di sebuah bilik sederhana, Tati tinggal seorang diri. Tak ada saudara tempat berbagi cerita, atau sekadar menemani melewati hari tuanya. Entah kemana mereka, ia pun tak tahu. Sejak kapan ia sendiri, ia pun tak dapat menjawab dengan pasti. Yang ia tahu, telah lama ia sendiri, sejak suaminya menghadap Illahi, bertahun-tahun silam. Dan kini, kala tubuhnya tak mampu lagi tegak memapahnya untuk melangkah, Tati, wanita berusia 90 tahun itu, hanya dapat berbaring di sebuah kamar tanpa jendela beralaskan tanah, berdinding bilik, sendiri menjalani hidup.
Kondisi Tati mengundang keprihatinan warga, yang lantas melaporkannya ke pengurus Imajid yang tergabung dalam Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) setempat. Upaya pertolongan pun dilakukan, ibu-ibu yang tergerak hatinya mengulurkan tangan merawat Ibu Tuti secara bergantian. Hingga pada Jumat (13/12/2013), kondisinya kian memburuk. Mereka pun segera menghubungi Lembaga Pelayanan Masyarakat (LPM) Dompet Dhuafa Jabar, sebagai ikhtiar mendapatkan pertolongan yang lebih maksimal bagi Tati.
Tak menunggu lama, tim LPM Dompet Dhuafa Jabar segera menuju kediaman Ibu Tati di Jl. Ciwaruga Ds. Ciwaruga Kec. Parongpong Kab. Bandung Barat.
“Saat itu kondisinya terlihat sudah gawat. Kita pun segera menyiapkan ambulan untuk membawa Ibu Tati ke rumah sakit,” jelas Dadan, tim LPM yang saat itu bertugas mendampingi Ibu Tati di hari sabtu (14/12/2013)
Namun setelah tiba di rumah sakit dan menjalani pemeriksaan, dokter “angkat tangan”.
“Ibu Tati didiagnosa menderita komplikasi , antara lain jantung dan liver…. Rumah sakit tersebut tidak mampu menangani, hingga beliau pun dirujuk ke RSHS,” jelas Dadan.
Melihat kondisi yang semakin melemah, tak mengulur waktu hari minggu Ibu Tati telah terdaftar sebagai pasien di RSHS. Tak jauh berbeda dengan hasil pemeriksaan pertama, dokter di RSHS pun menyatakan bahwa kondisi Ibu Tati telah kritis. Walau demikian, upaya pengobatan tetap dilakukan secara maksimal.
“Kami pun bekerjasama dengan FUUI, dimana pihak FUUI akan berupaya mengurus Jamkesda untuk Ibu Tati, sementara itu perawatan akan kami tanggulangi, antara lain dengan pembelian obat-obatan,” ungkap Dadan.
Senin (16/12/2013), kami masih sempat mencairkan obat yang harus ditebus, berharap agar kondisi sang ibu lebih membaik. Namun Allah SWT berkehendak lain. Persis jam 9 pagi, Rabu (18/12/2013), malaikat maut datang menjemput. Di pembaringan, di salah satu ruang di RSHS, Bandung, jasadnya terbujur kaku, setelah 4 hari berjuang melawan komplikasi penyakit dalam yang ia derita. Tak nampak satu pun anggota keluarga yang menemani. Hanya seorang relawan pendamping dari Lembaga Pelayanan Masyarakat (LPM) Dompet Dhuafa Jabar.
Solusi Pemakaman
Tati, sebuah Ironi di negeri kaya, Indonesia. Di tengah menjamurnya hunian mewah di sudut-sudut kota, belum ada kepastian di mana jasad nenek renta yang hidup sebatang kara itu hendak dikuburkan.
Soal klasik, biaya, lagi-lagi menjadi tembok diskriminasi yang membelah siapa yang ada, siapa tak berpunya. Di Bandung, umumnya berhitung juta rupiah yang harus dikeluarkan untuk pengurusan Jenazah. Lalu, bagaimana nasib jasad Tati?
Alhamdulillah, belum genap sebulan batu pertama pembangunan Taman Wakaf Pemakaman Muslim ‘Firdaus Memorial Park’ diletakkan, Sabtu, 7 Desember 2013 lalu. Hari ini, (18/12/2013) sebelas hari berselang, kewajiban sesama muslim untuk mengurus jenazah saudaranya seiman, tertunaikan.
Prosesi memandikan, mengafani, dilakukan tim pemulasaraan WakafPro 99 bekerjasama dengan tim RSHS. Shalat jenazah pun dilakukan di Masjid AsSyifa, masih di lingkungan Rumah Sakit Plat merah itu.
Selepas shalat, jenazah segera diberangkatkan menuju lokasi Taman Wakaf Pemakaman Muslim ‘Firdaus Memorial Park’ (FMP), menggunakan ambulance khusus jenazah, fasilitas layanan yang juga disediakan oleh tim FMP. Jenazah pertama yang akan menghuni aset umat yang direncakan berdiri di atas lahan wakaf seluas 21 Hektar, di kawasan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat ini.
Mulai dari proses memandikan, mengafani, menyalatkan, pemberangkatan menggunakan ambulance, plus penyediaan lahan pemakaman itu sendiri, murni cuma-cuma, tanpa ada pungutan dalam bentuk apapun.
Hidup sebatang kara, Tati tetaplah saudara muslim kita. Terlebih ia berasal dari kalangan lemah, yang sepatutnya mendapatkan perhatian lebih.
Di tengah mendung yang menggelayut di langit Cikalong Wetan, raungan sirine ambulance memecah kesunyian. Jasad Tati kemudian diturunkan, dan segera dibawa mendekat ke liang lahat yang baru saja selesai digali.
Tak lama, tanah-tanah merah beterbangan dari perkakas para penggali makam. Mengubur Jasad renta berbalut kafan, hingga rata dengan permukaan, seperti sebelumnya. Doa kita semua turut mengantar kepergiannya. Semoga Amal Ibadahnya menjadi jalan menuju SurgaNya, kelak. Amin.
Sungguh, betapa aset umat, Taman Wakaf Pemakaman Muslim ‘Firdaus Memorial Park’, ini, nyata manfaatnya. Ketika orang miskin ‘dilarang’ mati, lantaran tingginya biaya untuk penyediaan lahan pemakaman, Taman Wakaf Pemakaman Muslim ‘Firdaus Memorial Park’ hadir sebagai solusi. Saat orang berpunya merindukan ‘rumah’ masa depan yang nyaman, asri, ramah lingkungan, sesuai kaidah syar’I, serta lepas dari kepentingan bisnis yang berorientasi profit, Taman Wakaf Pemakaman Muslim ‘Firdaus Memorial Park’ coba menawarkan alternatif terbaik, dengan pola wakaf.[handono]
Sumber : http://www.islampos.com/tati-jadi-dhuafa-pertama-penghuni-firdaus-memorial-park-90712/
Belum ada tanggapan untuk "Tati Jadi Dhuafa Pertama “Penghuni” Firdaus Memorial Park"
Posting Komentar